Majas Sinisme - 19 Januari 2018

Saat kamu butuh, kamu menjadi gaduh

Saat kamu butuh, kamu menjadi ricuh

Saat kamu butuh, kamu menjadi rusuh


Tapi


Saat aku butuh, kamu mengeluh

Saat aku butuh, kamu menjadi jenuh

Saat aku butuh, kamu selalu meng-aduh


Lalu


Di bagian mana lagi aku harus membela semua tentangmu? 
Sedangkan kamu saja, tidak pernah membela semua tentangku


Kamu hanya mendatangiku di kala butuh

Dan tidak pernah mau tau kala aku susah

Semua ini membuatku jengah

Tak tahan lagi menyimpan amarah


Ingat saja

Emosiku kini kian meresah

Jangan sampai kau menjadi sasaran aku memanah


Kota Hujan, 16:14

@ekenkeluy07

Hanya Hampa

Dini hari...

Menggetarkan sukma, menggigil tanpa rasa

Menusuk hingga ke rusuk, mencekik hingga terpekik

Mengambangi rasa hingga tenggelam

Menutup netra di bawah lampu temaram

---

Esok mentari tetap terbit

Tak peduli ada yang raib

Menyumpahi bebatuan mati

Menyusuri fatamorgana

---

Membisu, mematung...

Sendiri tanpa kewarasan

Menenggak masam kesepian

Menjelma bayang, menahan hantaman

---

Kebekuan semakin pekat

Bodoh !

Singgah lah sejenak sampai ufuk menapak

Istirahatlah. Pengecut dikau!

---

Membunyikan sirine keadilan

Menerobos kegelisahan

Menabrak, merusak ranting pepohonan

Terdiam, kembali kedinginan

---

Sajak tanpa penjelasan.

Kota Hujan, 01:25
- Ken Utari

Masa Lampau

Kenangan tentang masa lalu berkecamuk di pikiranku.

Namun, mengapa ada dirimu juga?

Apakah kamu sudah termasuk ke dalam bagian masa lalu-ku?

---

Entahlah.
Sejak beberapa hari yang lalu, kenangan-kenangan masa lalu kembali berkecamuk di pikiranku.
Mereka kembali mengusik. Tanpa peduli bahwa hati ini kembali teriris.

Aku tidak tahu lagi.
Mengapa dirimu bisa berkecamuk di pikiranku tentang masa lalu?

Tidak mungkin jika kini kamu sudah menjadi bagian dari masa lalu.

Karena sampai detik ini pun, rasa ini masih tetap sama untukmu.

Do'a yang ku layangkan pun masih tetap menyertakan namamu.

Nama singkat yang penuh makna.
Nama yang sejak beberapa bulan lalu mengisi hatiku.
Nama yang akan sangat aku rindukan nanti.
Ketika aku sudah tidak lagi melihatnya terpampang di baju seragam ataupun bukumu.

---

Kamu tahu?
Tanpa jarak pun aku bisa merindu sehebat ini.
Padahal, tidak beberapa meter lagi aku bisa bertemu denganmu.
Sekedar bertukar sapa dan senyum.
Namun, hal itu masih tidak bisa aku lakukan.

Kamu tahu?
Rekaman itulah satu-satunya obat rinduku untuk saat ini.
Dimana aku bisa melihat wajahmu dan mendengar suaramu melalui perantara.

Sungguh beruntung aku bisa mendapatkan rekaman itu.

Salah satu kenangan yang bisa kusimpan setelah kita berpisah nanti.

Oh tidak.
Apakah sebenarnya, saat ini perpisahan itu sudah lebih dulu dimulai?

Karena aku tidak lagi bisa mendeskripsikan semua kejadian ini sebagai sebuah kisah yang masih berjalan.

Karena pada kenyataannya, dirimulah yang enggan untuk melanjutkan.

---

Sudah cukup.

Aku harus meyakinkan diri bahwa memang benar dirimu telah menjadi bagian masa lalu.

Dan percakapan kita setelah ini, hanyalah sebagian puing yang belum sempat terbuang.

Sesungguhnya, memang puing itu tidak pernah terbuang.

Selama aku masih memiliki rekaman itu.

Tentu saja, semua kenangan di dalam alat perantara bisa musnah seketika. Tetapi tidak dengan kenangan yang telah tersalin jelas di benakku.

---

Sampai jumpa, kepadamu
Semoga suatu hari nanti aku bisa mendapatkan jawaban tentang semua ini.

Dan semoga, kamu selalu bahagia.

Dengan atau tanpa diriku ini.

- Kota Hujan, 22:34
Ken Utari

25 Februari

Harusnya, sepuluh hari yang akan datang, tepat di tanggal 25 Februari. Dua tahun lalu.

Tanggal itu bisa menjadi tanggal yang bersejarah. Tanggal dimana pertama kalinya kita berusaha mendekatkan dekat. Dengan status sebagai teman yang mendekati akrab.

Tetapi ternyata, semua harapanku lenyap sudah. Karena kamu telah menemukan kebahagiaan yang melengkapi dirimu seutuhnya. Melihat kamu bahagia, tentu menjadikan diriku ikut bahagia.

Tetapi, kamu tahu? Disini, aku masih tersenyum dengan senyum yang sama ketika mendengar kamu sudah menempatkan hatimu kepada orang lain. Senyum ini masih sama ketika kamu menceritakan seseorang itu kepadaku. Senyum ini masih sama ketika kamu menanyakan padaku apa hal yang disukai oleh perempuan.

Kamu tahu?
Sampai sekarang pun aku masih berharap bahwa dia adalah aku.
Aku berharap semua hal yang kamu ceritakan dan tanyakan itu tertuju untuk dia, dan tentang aku.

Namun,
Hal seperti itu pun tidak pantas aku harapkan.

Kamu memang baik.
Baik sekali.
Dia pun baik.
Kalian berdua cocok.
Sangat cocok.

Hanya saja,
Entah mengapa hati ini masih tidak mampu untuk merelakan.
Kejadiannya sudah berlangsung lebih dari satu tahun yang lalu.
Namun, masih terbayang dengan jelas di pikiranku. Bahkan, sangat mendetail pada setiap menitnya.

Hari itu,
Kamu membuatku sangat senang
Juga sangat rapuh

Hari itu,
Kamu membuatku terbang
Juga terjatuh

Hari itu,
Aku patah hati
Dan kalian, saling menjatuhkan hati

---

Ah,
Ini terlalu berlebihan.

Harusnya, aku sudah bisa melupakan semua rasa itu. Harusnya, aku sudah bisa bersyukur karena sampai sekarang kita masih bisa berteman akrab.
Tetapi, mengapa hati ini masih saja enggan untuk melepaskan?

Mengapa,
Masih saja ada rasa yang tersimpan sangat dalam?

Ah.
Frustasi aku dibuatnya.

Bagaimana tidak,
Setiap hari aku melihat wajahnya
Mendengar suaranya
Berbicara dengannya

Tidak bisa secepat itu aku menghilangkan rasa.

Wahai kamu,
Tolonglah

Kita ini teman.
Kamu tahu?

Tidak seharusnya aku memiliki perasaan berlebih seperti ini kepadamu.

Lagi pula,
Perpisahan semakin dekat.

Aku tidak ingin membebani diriku dengan perasaan tak berbalas yang semakin melekat.

Ah,
Sudahlah

Ku musnahkan saja perasaan ini

Semoga saja,
Bisa...

- Kota Hujan, 21:38
Ken Utari
- Kisah 25 Februari, 2 tahun lalu.

Ide muncul dari Kosakata

Pernahkah kalian berpikir, darimana datangnya Ide?
Mengapa seringkali Ide muncul dan tidak jarang juga Ide itu tiba-tiba menghilang?

Tentu saja, Ide muncul dari Kosakata.
Lho, kok bisa gitu sih?
Tentu saja bisa. Setiap harinya, pikiran kita memproduksi lebih dari satu juta Ide tanpa kita ketahui.
Dan juga, kebanyakan Ide itu muncul di saat-saat yang tidak terduga.

Lalu, apa hubungannya dengan Kosakata?
Sejak lahir hingga sekarang, kita telah mempelajari banyak sekali hal. Kita juga telah melalui berbagai pengalaman di dalam hidup. Bahkan, sebagian dari pengalaman tersebut secara tidak langsung memperkaya ilmu kita.
Semakin kaya ilmu kita, semakin banyak pula kosakata kita.

Bagaimana sih, caranya menambah Kosakata?
Caranya mudah. Yaitu dengan, banyak Membaca.
Eits. Membaca disini bukan hanya sekedar membaca.
Tetapi, kita juga diwajibkan untuk memahami makna dari tulisan yang kita baca.

Bagaimana kita bisa mendapatkan makna dari sebuah tulisan tanpa merasakannya?

Siapa pun, dimana pun, dan kapan pun.
Seorang pembaca harus menikmati sebuah tulisan untuk dapat memahami makna dari tulisan tersebut.

Sebuah drama tidak akan dipentaskan tanpa adanya skenario. Sebuah sekolah tidak akan resmi didirikan tanpa adanya surat peresmian.

Apa pun jenis tulisannya, yang terpenting adalah makna yang tersirat dari tulisan tersebut.

Karena di dunia ini, tidak ada yang mustahil. Bahkan, satu kalimat saja dapat mengubah dunia.

Jadi, tunggu apa lagi?
Perbanyak membaca untuk memperkaya kosakata.
Mulailah berkarya, ubahlah dunia.

Karena tanpa karya, dunia tidak akan mengenal kita.
Dan tanpa dunia, seseorang tidak akan bisa berkarya.

- Ken Utari

Menulis itu, Asyik!

Percaya nggak sih? 
Kalau menulis itu asyik? 
Nggak percaya? 
Wah. Kamu wajib baca tulisan ini!

Membaca adalah cara kita untuk menambah wawasan dan juga ilmu pengetahuan. 
Menulis? 
Adalah cara kita untuk memberitahu dan menyebarkan wawasan serta ilmu pengetahuan! 
Wah... Mantap kan? 
Setelah membaca, ilmu pengetahuan kita kan nambah tuh, 
nah baru deh kita menulis untuk menyebarkan apa yang kita baca dengan ciri khas kita sendiri.

Setiap penulis pasti mempunyai ciri khasnya masing-masing. 
Dan juga, setiap penulis pasti mempunyai caranya sendiri untuk merangkai kata sedemikian rupa agar menjadi kalimat yang indah. 
Penulis itu, bisa merangkap apa saja lho!

Penulis bisa merangkap menjadi koki. 
Dengan meracik sebuah tulisan dan menambahkan bumbu-bumbu 
ke dalamnya agar tulisan itu semakin "ngena" kepada para pembaca.

Penulis juga bisa merangkap sebagai desainer. 
Dengan merangkai dan menata kata sedemikian rupa agar rapih dan enak dibaca. 
Tipografi namanya.

Wah... Asyik banget ya jadi penulis! 
Bisa merangkap jadi apa saja! 
Eits. Jangan senang dulu. 
Biar pun menjadi penulis itu bisa merangkap jadi apa saja, tetap saja harus sesuai dengan persyaratan dan ketentuan menulis. 
Penulis tidak boleh menggunakan kata yang sembarang atau tidak baku. 
Penulis juga tidak boleh membuat tulisan yang sekiranya mungkin menyakiti hati orang lain. 
Ingat lho, meng-kritik itu boleh. Menyindir pun boleh. 
Menyindir dalam maksud yang baik yaa tapi... Hehehe... Penulis juga, bisa mengungkapkan apa yang dirasakan melalui tulisan. Karena kadang kala, saat seseorang merasa gundah gulana tak tahu ingin cerita pada siapa, selain melangitkan do'a pada Yang Maha Kuasa, penulis bisa menuliskan semua hal yang dirasa.

Senang, sedih, kecewa, khawatir, marah, dan lain sebagainya. 
Fakta, fiktif, karangan, puisi, dan lain sebagainya. 
Penulis bisa menulis menggunakan konsep apa pun yang dia mau selama itu tidak melenceng dari kaidah kepenulisan.

Hal terpenting dalam menulis adalah , kejujuran. 
Mengapa demikian? 
Karena semakin si penulis jujur akan tulisannya, semakin indah pula hasil tulisannya.

Tulislah sebuah kejujuran. 
Karena itu adalah salah satu cara kamu menebar kebaikan. 
Jadi, tunggu apa lagi? Masih enggan untuk menulis? 
Jangan mau rugi! Mulailah menulis dari sekarang. 
Dan nikmati hasil karyamu di masa mendatang. 
Selamat menulis para pendatang. 
Semoga semakin banyak kenangan untuk dibacakan dengan lantang.

Tetaplah semangat, para pejuang kepenulisan. 
Buatlah memori indah untuk diabadikan. 
Abadi yang akan terus disebarkan. 
Kepada semua keturunan. 
Ceriterakan semua keluh kesah pengorbanan. 
Teruslah menulis hingga titik darah penghabisan! 
Karena kita, satu. 
Tanpa tulisan, kita hanyalah abu.

-Ken Utari

Kisah Kepenulisan 2010-2018

Bismillahirrohmaanirrohiim...

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Saya mau tanya nih.
Apa sih, cikal bakal kalian menulis?
Apa karena iseng, atau memang sudah menjadi hobi sejak kecil?
Apa pun alasannya, semoga saja dapat bermanfaat baik bagi kita semua ya... 🤗

Saya ingin menceritakan tentang pengalaman saya dalam menulis . 
Setiap orang pasti mempunyai pengalaman atau juga kejadian yang tidak terlupakan ketika dia memutuskan untuk melakukan suatu hal baru.
Tentu saja, rintangan yang menghadang saya untuk terus menulis banyak sekali.

Salah satunya, faktor fasilitas dan waktu. Dari kecil, saya sangat suka mengarang cerita. 
Entah itu cerita pendek, cerita bersambung, maupun komik yang saya penuhi dengan sketsa ala kadarnya 
(ala bocah :D)
Pertama, saya menuliskannya di buku. Kemudian setelah mengenal Internet, saya mempublikasikannya di media sosial Facebook. Dan berhenti sampai di situ. 
Mengapa? Entahlah. Namanya juga anak kecil :P

Berhenti mempublikasikan karya bukan berarti saya berhenti menulis. 
Saya tetap menulis di buku tulis. Saya tetap membuat karangan cerita pendek atau puisi untuk tugas sekolah. 
Tapi bedanya, saya tidak mempublikasikan berbagai karya saya.

Sampai pada akhirnya, hati saya kembali tergerak untuk menulis. Tepatnya, sekitar bulan November 2016. Saya mulai menulis suatu prosa singkat tentang "Hujan" kemudian saya publikasikan kembali di Facebook. Saya terkejut karena prosa tersebut banyak mendapat apresiasi positif dari orang-orang terdekat saya.

Setelah itu, saya vakum kembali dari dunia kepenulisan. Dan mulai menulis kembali pada April, 2017.

Dan pada kali ini, saya mempunyai alasan yang tegas untuk tetap menulis. 
Mengapa? Karena saya sadar, bahwa saya harus meraih impian saya. 
Dan salah satu caranya ialah dengan Menulis.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa Menulis itu hanyalah sebuah pekerjaan yang biasa saja. 
Mungkin terkesan buang-buang waktu dan tenaga.
Tetapi, itu hanyalah sebuah pemikiran dari seseorang yang mempunyai wawasan "sempit" tentang Dunia Kepenulisan.

Sebenarnya, menulis adalah lebih dari itu. 
Dengan menulis, kita bisa mengungkapkan semua yang selama ini terpendam. 
Dengan menulis, kita bisa menumpahkan seluruh emosi kita ke dalam tulisan.
Dengan menulis, kita bisa lega. 
Karena telah "bercerita melalui pena".

Menulis mempunyai banyak peran penting di dalam kehidupan manusia. 
Tanpa menulis, kita tidak akan bisa membaca.

"Lho, kok gitu sih? Kan kalau membaca berarti menambah wawasan. 
Apa hubungannya sama menulis?"

Disitulah keunikan menulis. 
Bagaimana kita bisa membaca tanpa menulis? 
Bagaimana kita bisa belajar membaca tanpa ada seseorang yang menulis sebuah buku?

Disitulah poin pentingnya. Menulis merupakan salah satu media perantara perasaan. ( Cie, perasaan :D )

Tanpa menulis, kita tidak akan bisa membaca. Tanpa membaca, kita tidak akan bisa menulis.

Terima Kasih untuk waktunya. Semoga ilmu yang saya sampaikan ini bermanfaat untuk semua orang, termasuk saya.


Terimakasih sekali lagi.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hujan

Hujan

Tanyakanlah padaku, apakah aku suka Hujan?

Maka aku akan menjawab, Iya..

Mengapa ku suka hujan?

Karena pada saat hujan turun, 

ku bisa berdamai sejenak dengan bisingnya dunia..

Para burung yang berterbangan kesana kemari, 

terpaku dibalik pohon karena datangnya hujan

Para pengendara menggerutu kedinginan

Para petani bersorak kegirangan

Ada yang mengeluh, ada juga yang berbahagia

Ada yang mengatakan, hujan adalah nikmat

Namun ada juga yang mengatakan, hujan adalah kesialan

Ada yang berduka di kala hujan. Ada pula yang bergembira

Cobalah contohkan itu sebagai 

seorang gadis remaja dan sekumpulan anak kecil.

Anak –anak kecil yang bersorak riang ketika hujan turun. 

Karena mereka bisa bermain dengan genangan air, bisa pula berlarian dibawah derasnya hujan.

Ada pula seorang gadis remaja yang merenung, 

teringat kenangan indah yang dialami kala hujan. 

Tetapi sadar bahwa itu hanyalah kenangan belaka. 

Yang tak mampu lagi di gapainya..

Apakah kalian sadar?

Untuk apa hujan diturunkan? 

Apakah semata-mata hanya untuk menambah kesedihan seseorang, ataupun memunculkan kebahagiaan?

Bukankah kalian tau, setelah hujan akan ada pelangi?

Pelangi yang berwarnakan keindahan, 

yang membuat siapapun yang melihatnya akan tersenyum

Pelangi yang memberi kehangatan, kecerahan, dan juga kedamaian.

Indah, bukan?

Lantas, mengapa kalian sangat membenci hujan?

Bukankah jika tidak ada hujan, maka tidak akan ada pelangi?

Bojonggede, 06 November 2016